

Jakarta, legacynews.id – Indonesia merupakan negara dengan kemajemukan ganda, dengan keberbagaian suku, bahasa, ribuan pulau. Bentangan nusantara yang luas melebihi banyak negara lain didunia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa tentu memiliki banyak sekali benturan dan persoalan. Tentu masyarakat dan pemerintah perlu bijak mengatasi persoalan yang berkembang.
Beberapa waktu lalu muncul wacana pro-kontra di medsos menyikapi video Menag Yaqut Cholil Qoumas yang viral, saat memberikan ucapan selamat merayakan hari raya Nawruz kepada komunitas Baha’i. Kontroversi muncul, mulai dari masyarakat biasa, tokoh ormas, hingga anggota DPR atau politisi. Pidato Menag tersebut dianggap off-side, dan membuat “gaduh”.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan video Gus Menag tersebut. Pro-kontra terjadi karena adanya kesalahpahaman dalam melihat eksistensi agama Baha’i. Mereka yang kontra, umumnya memahami Baha’i sebagai bagian dari aliran dalam Islam, yang dianggap sesat dan menyimpang, atau dianggap agama yang belum diakui negara. Tulisan ini mencoba menjawab beberapa kesalahpahaman yang muncul di masyarakat tersebut.
Apakah Baha’i Aliran Suatu Agama?
Hasil riset Balitbang Kemenag tahun 2014 (juga beberapa pihak lain), menyimpulkan Baha’i adalah suatu agama tersendiri dan bukan aliran dari suatu agama tertentu. Bahai memiliki nabi, kitab, doktrin, dan ajaran tersendiri.
Agama Baha’i merupakan agama yang dirujukkan pada ajaran Baha’ullah. Agama Baha’i lahir di Iran sekitar tahun 1844. Ajaran Baha’i memiliki penekanan kesatuan hakikat semua agama. Dalam rangka kesatuan ini, Tuhan diibaratkan sebagai Matahari. Sementara umat-umat beragama diibaratkan orang yang hidup dalam keluarga dan di rumah tertentu. Setiap orang hanya bisa melihat matahari berdasarkan warna kaca jendela masing-masing, sehingga ada yang melihat matahari itu berwarna hijau, merah, biru, dan sebagainya.
Menurut ajaran Baha’i, setiap orang beragama harus keluar dari ekslusivisme agama masing-masing, sehingga mampu melihat hakikat kebenaran Tuhan Yang Satu. Setiap orang harus keluar dari rumahnya masing-masing, sehingga bisa melihat sinar matahari yang hakiki, tidak melalui kaca jendelanya. Atas dasar itu, ajaran Baha’i sering disebut memiliki prinsip kesatuan agama.
Baha’i memiliki 12 asas yang meliputi: Keesaan Tuhan, kesatuan agama, persatuan umat manusia, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, penghapusan prasangka buruk, perdamaian dunia, kesesuaian agama dan ilmu pengetahuan, mencari kebenaran secara bebas, keperluan pendidikan universal, keperluan bahasa persatuan sedunia, tidak boleh campur tangan dalam politik, penghapusan kemiskinan dan kekayaan yang berlebihan.
Leave a Reply