Anomali Cuaca La Nina Muncul Bisa Memicu Banjir Besar

/script>

Anomali cuaca La Nina muncul lagi dan indeksnya telah mencapai –83. Meski diperkirakan dalam level rendah-sedang, ia bisa memicu banjir besar. Siaga bencana diserukan BMKG.

Jakarta, legacynews.id – Hanya dalam tempo tiga hari, delapan peristiwa bencana alam terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Semua terkait dengan fenomena hidrometeorologi, tersebar pada delapan kecamatan. Ada banjir bandang, genangan banjir, longsor, serta tanah bergerak. Memasuki musim hujan 2021/2022, Kabupaten Cianjur dihadapkan pada fenomena curah hujan yang tinggi.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur pun menetapkan keadaan Siaga Bencana, terhitung dari 3 November 2021 hingga 22 Mei 2022. “Kami sudah menyiagakan seluruh relawan tanggap bencana (Retana) di masing-masing desa dan kecamatan, agar memantau, mengawasi hingga mengevakuasi warga bila bencana alam itu terjadi,” kata Tedy Artiawan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur, seperti dikutip Kantor Berita Antara, Rabu (3/11/21).

Menurut Tedy Artiawan, berada di atas wilayah perbukitan dan pegunungan yang labil dan dengan curah hujan tinggi, Cianjur memiliki potensi kebencanaan yang besar dan merata. Dari 360 desa di Cianjur, menurut Tedy, 350 di antaranya punya risiko menghadapi ancaman pergerakan tanah dan  longsor. Rinciannya, 302 desa berisiko tinggi, 45 desa risiko sedang, dan 3 lainnya rendah.

Selama Januari hingga September 2021, tercatat 79 peristiwa bencana hidrometeorologi terjadi di Cianjur. Sebagian besar terjadi pada puncak musim hujan Februari 2021. Sejumlah korban jiwa pun jatuh. Kerugian materialnya berupa 95 rumah rusak dan 288 lainnya terancam oleh retakan tanah.

Bahkan, bencana hidrometeorologi itu sudah terjadi pada Oktober 2021, mengakibatkan 100 rumah mengalami kerusakan akibat longsor dan banjir. Cianjur termasuk daerah yang memasuki musim hujan lebih awal, setelah mengalami 3–4  bulan musim kemarau yang cukup basah.

READ  Mewanti Daerah Rentan Hadapi Bencana Hidrometeorologi

Dari 342 zona iklim di Indonesia sebagian besar mengikuti pola musim monsunal, dengan musim hujan pada Oktober–April, oleh pengaruh kuat angin monsunal basah dari utara (Asia) ke selatan (Australia). Namun, pola monsunal ini tak bekerja di sebagian wilayah Papua, Maluku Utara, dan Maluku. Sebagian wilayah Timur itu punya pola iklim yang berbeda.

Di kawasan zona monsunal itu sendiri kondisi iklimnya sangat bervariasi. Ada yang bulan basahnya panjang seperti di Sumatra Barat, Bengkulu, dan Jawa Barat, dan ada pula yang pendek seperti di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Cianjur termasuk dalam 20 persen zona iklim yang memasuki musim hujan lebih cepat, yakni pada awal Oktober. Semakin mendekati akhir tahun, hujan semakin sering, intensitasnya semakin tinggi, dengan segala risiko kebencanaannya. Secara laten, efek perubahan iklim,  dengan kenaikan suhu atmosfer global, selama ini telah terbukti mengakibatkan kejadian cuaca ekstrem.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*