Kelenteng Pao Hwa Kong Tertua dan Satu-Satunya di Lombok

/script>

Di Lombok terdapat sebuah tempat ibadah masyarakat Tionghoa dengan perjalanan sejarah yang unik. Keberadaannya menjadi bagian dari kebinekaan di Pulau Seribu Masjid.

Lombok, legacynews.id – Lombok sebagai pulau utama di Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki sejarah budaya yang panjang. Berbagai etnis di Nusantara berkumpul di pulau seluas 4.739 kilometer persegi itu. Sebagian dari mereka, di masa lalu, memasuki Pulau Seribu Masjid itu dari kawasan Ampenan, sekitar 25 menit berkendara dari  Mataram, ibu kota provinsi berjuluk Bumi Gora ini.

Ampenan dulunya merupakan pusat perniagaan karena dekat dengan kawasan pesisir dan terdapat pelabuhan yang dibangun pemerintahan kolonial Belanda sejak 1896 lampau. Pelabuhan ini pun menjadi pintu masuk masyarakat dari berbagai suku dan etnis ke Lombok. Sebut saja suku Melayu, Banjar, dan Bugis. Ada juga etnis Arab dan Tionghoa yang merupakan kelompok pedagang. Mereka berdampingan hidup dengan warga Sasak, suku asli Lombok.

Di Ampenan ini, mereka kemudian membangun perkampungan dengan nama sesuai asal suku atau etnisnya. Etnis Tionghoa sendiri membentuk komunitas mereka sekitar 2 kilometer dari pelabuhan, tepatnya di sepanjang Jl Yos Sudarso yang sebelumnya bernama Jl Pabean. Mereka mendirikan sejumlah bangunan sekaligus tempat berdagang di Pabean hingga menuju Simpang Lima, dikenal juga sebagai kawasan Pecinan.

Sebetulnya tidak sulit untuk mencari kawasan ini di Ampenan. Penandanya adalah sebuah gapura besar warna merah muda bertuliskan “Kota Tua Ampenan” setinggi sekitar tujuh meter dan lebar sepuluh meter tepat di mulut kawasan Pabean. Di Pabean terdapat sebuah kelenteng dan saksi bisu awal keberadaan etnis Tionghoa di tanah Lombok.

Awalnya kelenteng tersebut adalah rumah seorang warga Tionghoa. Warga yang tidak diketahui namanya itu membuka kediamannya bagi masyarakat Tionghoa lainnya untuk beribadah bersama. Lambat laun, tempat ini kemudian menjadi tujuan masyarakat Tionghoa di seputar Ampenan untuk memanjatkan doa kepada Sang Pencipta.

READ  Pusdiklat Teknis Kemenag Raih Sertifikat ISO 9001:2015

Keberadaan tempat ibadah yang kemudian dinamai Kelenteng Pao Hwa Kong itu membuat kawasan Pabean menjadi ramai karena masyarakat Tionghoa ikut membangun tempat tinggal mereka tak jauh dari kelenteng. Tempat ini kerap didatangi warga Tionghoa yang beribadah tiap tanggal 1 dan 5 di kalender Imlek.

Kelenteng yang di era Orde Baru dinamai sebagai Vihara Bodhi Dharma itu sejatinya merupakan tempat ibadah bagi umat Buddha, Tao, dan Konghucu (Tri Dharma). Ia juga menjadi kelenteng tertua dan satu-satunya di Lombok. Kelenteng ini berada di bawah pengelolaan Perkumpulan Sosial Tionghoa Bhakti Mulia.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*