

Bogor, legacynews.id – Balitbang-Diklat Kementerian Agama menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Penilaian Buku Pendidikan Agama (PBPA) Tahun 2021. Bimtek yang dihelat secara blanded ini diikuti oleh tim penilai yang telah lolos seleksi. Mereka terdiri atas 500 penilai buku agama, 20 supervisor, 12 Penyelia Utama; dan 35 verifikator.
Sekjen Kemenag Nizar Ali mengatakan, PBPA merupakan bagian dari proyek perubahan yang dilakukan Kementerian Agama. Program ini bertujuan untuk membangun sinergitas dan mengembalikan marwah Kemenag terkait penilaian buku pendidikan agama.
“Program PBPA menjadi penting karena selama ini masih banyak buku agama yang terselip paham ekstremisme. Maka menjadi saat yang tepat bagi Kemenag untuk berpartisipasi dalam penilaian buku agama,” ungkap Sekjen Nizar, Kamis (16/9/2021).
“Buku pendidikan agama akan menjadi sumber bacaan dan ilmu bagi anak didik calon generasi penerus bangsa di Indonesia, oleh karena itu punya nilai yang sangat penting,” sambungnya.
Nizar berharap PBPA ke depan menjadi bagian dari Pusat Pengembangan Moderasi Beragama yang akan dibangun Kementerian Agama. “Moderasi Beragama menjadi bagian program prioritas yang akan dilaksanakan hingga tahun 2024. Diharapkan PBPA menjadi salah satu ujung tombak program tersebut,” ucapnya.
Urgensi PBPA
Kepala Balitbang Diklat Kemenag Achmad Gunaryo mengatakan, PBPA menjadi urgen karena berkaitan dengan pembentukan paham keagamaan siswa. Selain itu, Indonesia termasuk negara dengan tingkat literasi yang rendah, maka perlu upaya peningkatan kemampuan dan pengetahuan. PBPA menjadi salah satu solusi untuk menjawab permasalahan ini.
Achmad Gunaryo juga melihat perlu adanya upaya agar penerbitan PBPA berdasarkan pada kehidupan beragama yang moderat. “Moderasi Beragama adalah suatu keharusan, bukan hanya sekedar pilihan. Yakni bagaimana menjalankan kehidupan beragama di tengah perbedaan dengan menghargai keberagaman yang bernilai kemanusiaan dan keadilan,” ungkap Kaban.
Menurutnya, kesalehan individual tidak akan ada artinya tanpa implementasi kesalehan sosial, karena kehidupan beragama berada dalam kehidupan sosial. Pembangunan agama saja tidak cukup, karena diperlukan juga pembangunan keberagamaan dalam konteks bernegara dan berbangsa Indonesia.
Leave a Reply