Pesawat N219 Amfibi Masuk Dalam Program Prioritas Riset Nasional

/script>

Industri kedirgantaraan Indonesia kini semakin berkembang pesat. Salah satunya pengembangan pesawat N219A untuk menunjang kebutuhan transportasi dalam negeri.

Jakarta, legacynews.id – PT Dirgantara Indonesia selama ini aktif memproduksi alat kedirgantaraan, khususnya pesawat terbang. Pesawat N219 merupakan pesawat komersial yang sedang dikembangkan yaitu dengan diproduksinya pesawat N219 jenis amphibi (N219A).

Pesawat itu dapat melakukan lepas landas dan pendaratan di permukaan air. Tentunya, pesawat ini begitu sesuai dengan karakteristik Nusantara sebagai negara kepulauan. Kemenko Marinves sangat mendorong pengembangan pesawat N219 Amphibi karena kegunaan sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

“Pesawat ini telah diproduksi dengan mengedepankan TKDN, sehingga hasil karya dalam negeri ini tentu mendukung pengembangan konektivitas darat dan laut di indonesia,” kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marinves Ayodhia GL Kalake yang melaksanakan kunjungan lapangan ke PT Dirgantara Indonesia, pada pertengahan November lalu.

Fleksibilitas yang dimiliki pesawat jenis ini mampu mencakup darat, danau, dan sungai besar, hingga teluk dan laut. Selain itu, amphiport (airport untuk pesawat amphibi) dapat dibangun dengan lebih mudah dan murah dibandingkan dengan airport pada umumnya. “Diharapkan industri kedirgantaraan Indonesia terus berkembang pesat dan mampu memperkuat industri dalam negeri demi masa depan bangsa,” tutup Deputi Ayodhia.

Batara Silaban, Direktur Produksi PTDI, mengungkapkan bahwa pesawat N219A ini mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor, seperti layanan pariwisata, layanan perjalanan dinas pemerintahan, oil and gas company, layanan kesehatan masyarakat, SAR dan penanggulangan bencana, dan pengawasan wilayah maritim. Menurutnya, potensi market terbesar berada di bidang pariwisata. Pesawat ini tentunya juga mampu mengakomodir pulau-pulau terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) yang tersebar di Indonesia.

READ  Pemanfaatan Biodiversitas Mendukung Ekonomi Hijau & Ekonomi Biru

Berbagai wilayah di Indonesia pun cukup berpotensi untuk menggunakan pesawat ini, seperti Danau Toba, Pulau Bawah Kepri, Pulau Derawan Kaltim, Raja Ampat, Wakatobi, dan Pulau Moyo. Potensi pasar yang besar juga terlihat khususnya di Asia Pasifik. Kini, ada 150 unit pesawat aktif dan 45% dari total populasi tersebut telah memasuki masa aging.

“Jika sesuai dengan linimasa yang ada, pesawat ini diperkirakan dapat melaksanakan penerbangan pertamanya di tahun 2023,” ungkap Batara.

Pesawat ini memiliki kecepatan hingga 296 km per jam pada ketinggian maksimal 10.000 kaki. Dengan beban 1560 kg, pesawat mampu menempuh jarak hingga 231 km. Take-off untuk ketinggian 35 kaki dari darat membutuhkan jarak 500 meter, sedangkan dari air, ia membutuhkan jarak hingga 1.400 meter. Kemudian untuk landing dari ketinggian 50 kaki, ia membutuhkan jarak 590 meter untuk di darat, dan 760 meter untuk di laut.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*