Eutanasia Dalam Perspektif Kristen

/script>

Pasal 461 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan, “Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Jakarta, legacynews.id – Kontroversi eutanasia terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi pengobatan modern dan situasi global saat ini. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, “eu” yang berarti baik dan “thanatos” yang berarti kematian. Secara umum, eutanasia diartikan sebagai tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk mengurangi penderitaan yang dialaminya, terutama dalam kasus penyakit terminal yang tidak dapat disembuhkan. Eutanasia dapat dibedakan menjadi dua jenis utama: aktif dan pasif. Eutanasia aktif melibatkan tindakan langsung untuk mengakhiri hidup, seperti memberikan obat mematikan. Sementara itu, eutanasia pasif melibatkan penghentian atau penundaan pengobatan yang memperpanjang hidup.

Kontroversi dan Relevansi dalam Konteks Kristen

Dalam iman Kristiani, eutanasia menjadi topik yang sangat kontroversial. Hal ini disebabkan oleh pandangan bahwa kehidupan adalah anugerah dari Allah dan hanya Tuhan yang berhak menentukan kapan kehidupan seseorang berakhir. Oleh karena itu, tindakan eutanasia sering kali dianggap bertentangan dengan ajaran Kristiani. Namun, dengan kemajuan teknologi medis dan perubahan pandangan masyarakat, diskusi tentang eutanasia menjadi semakin relevan dan kompleks.

Dalam Kitab Suci, kehidupan dipandang sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah. Kitab Kejadian 2:7 menyatakan bahwa Tuhan membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, sehingga manusia menjadi makhluk hidup. Ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari Allah dan memiliki nilai yang sakral. Oleh karena itu, setiap tindakan yang mengancam atau mengakhiri kehidupan manusia harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

READ  Kitab Suci Menggunakan Citra Seksual

Kitab Suci Menyatakan Menentang Pembunuhan

Salah satu ayat dalam Kitab Suci yang sering dikutip dalam diskusi tentang eutanasia adalah Keluaran 20:13, yang berbunyi, “Jangan membunuh.” Ayat ini merupakan bagian dari Sepuluh Perintah Allah dalam Kitab Perjanjian Lama yang diberikan kepada Musa dan menjadi dasar moral bagi banyak umat Kristen. Selain itu, Kitab Perjanjian Baru dalam 1 Yohanes 3:15 menyatakan bahwa “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa tindakan mengakhiri kehidupan manusia bertentangan dengan kehendak Allah.

Eutanasia dalam Etika Kristen

Dalam etika Kristen, penting untuk membedakan antara eutanasia aktif dan pasif. Eutanasia aktif, yang melibatkan tindakan langsung untuk mengakhiri hidup, umumnya dianggap tidak dapat diterima karena melanggar perintah “Jangan membunuh.” Di sisi lain, eutanasia pasif, yang melibatkan penghentian pengobatan yang tidak lagi efektif atau hanya memperpanjang penderitaan, dapat dipertimbangkan dalam situasi tertentu. Namun, keputusan ini harus dibuat dengan hati-hati dan mempertimbangkan kehendak Allah serta martabat manusia.

Pandangan gereja Kristen arus utama terhadap eutanasia bervariasi. Gereja Katolik Roma, misalnya, secara tegas menolak eutanasia dalam bentuk apa pun, baik aktif maupun pasif, karena dianggap melanggar martabat manusia dan kehendak Tuhan. Gereja Protestan, Injili dan Pentakosta meskipun umumnya juga menolak eutanasia aktif, mungkin lebih terbuka terhadap diskusi tentang eutanasia pasif dalam kasus-kasus tertentu, terutama ketika berkaitan dengan penderitaan yang tidak dapat dihindari.

Argumen Teologis dan Etis

Argumen utama menentang eutanasia dalam konteks Kristen adalah bahwa kehidupan adalah anugerah dari Allah dan hanya Tuhan yang berhak menentukan kapan kehidupan seseorang berakhir. Selain itu, eutanasia dianggap melanggar perintah “Jangan membunuh” dan dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan kekuasaan dalam pengambilan keputusan medis. Ada juga kekhawatiran bahwa legalisasi eutanasia dapat mengurangi nilai kehidupan manusia dan mendorong pandangan bahwa hidup yang menderita tidak layak untuk dijalani.

READ  Gracist Menutupi Kesalahan Tetangga Mereka

Meskipun sebagian besar argumen Kristen menentang eutanasia, ada beberapa yang mempertimbangkan pengecualian dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya, dalam situasi di mana penderitaan pasien tidak dapat diatasi dan tidak ada harapan untuk pemulihan, beberapa teolog Kristen berpendapat bahwa penghentian pengobatan yang tidak efektif dapat dibenarkan. Namun, keputusan ini harus dibuat dengan hati-hati, melibatkan doa, konsultasi dengan pemimpin rohani, dan mempertimbangkan kehendak pasien.

Studi Kasus dan Perspektif Kontemporer

Salah satu contoh kasus yang sering dibahas adalah kasus Tony Nicklinson di Inggris, yang menderita sindrom terkunci setelah mengalami stroke. Ia lumpuh dari leher ke bawah setelah terserang stroke pada tahun 2005. Ia meninggal pada tanggal 22 Agustus 2012. Nicklinson berjuang untuk mendapatkan hak untuk melakukan eutanasia, tetapi permohonannya ditolak oleh pengadilan. Kasus ini menyoroti kompleksitas dan tantangan etis dalam pengambilan keputusan tentang eutanasia, terutama dalam konteks penderitaan yang tidak dapat diatasi.

Pandangan masyarakat Kristen modern tentang eutanasia bervariasi, tergantung pada latar belakang budaya, teologis, dan pengalaman pribadi. Beberapa orang Kristen mungkin lebih terbuka terhadap diskusi tentang eutanasia pasif, terutama dalam kasus-kasus di mana penderitaan tidak dapat dihindari. Namun, banyak yang tetap berpegang pada pandangan tradisional bahwa kehidupan adalah anugerah dari Tuhan dan harus

Secara keseluruhan, pandangan Kristen tentang eutanasia cenderung menolak praktik ini, terutama dalam bentuk aktif. Kehidupan dipandang sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dihormati dan dijaga. Meskipun ada beberapa diskusi tentang kemungkinan pengecualian dalam kasus eutanasia pasif, keputusan ini harus dibuat dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan kehendak Tuhan serta martabat manusia.

Implikasi bagi pengambilan keputusan etis dalam konteks eutanasia adalah bahwa setiap tindakan harus didasarkan pada prinsip-prinsip Kitab Suci dan etika Kristen. Keputusan tentang eutanasia harus melibatkan doa, konsultasi dengan pemimpin rohani, dan mempertimbangkan kehendak pasien serta keluarganya. Dengan demikian, umat Kristen diharapkan dapat membuat keputusan yang bijaksana dan sesuai dengan kehendak Allah dalam menghadapi tantangan etis yang kompleks ini.

READ  Klaim Profesor Harvard Bahwa Homeschooling Berbahaya

Pro Ecclesia Et Patria

Antonius Natan | Dosen STT LETS | Fasilitator Bapa Sepanjang Kehidupan

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*