Gereja Mencari Kepala Daerah Yang Takut Akan Tuhan

/script>

Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi besar pada tahun 2024 ini akan mengadakan pemilihan umum secara serentak. Dalam lima tahun terakhir terpotret bahwa Corruption Perception Index (CPI)  Indonesia mengalami kecenderungan turun. Pada tahun 2019 dengan skor 40 dan kemudian terjun bebas menjadi 34 pada tahun 2022 lalu.

Jakarta, legacynews.id – Gereja harus terlibat dalam pemilihan pemimpin di berbagai daerah maupun bangsa. Tidak sebagai bagian dalam partai politik, namun gereja harus mencerdaskan Umat atau warga gereja untuk cerdas dalam memilih pemimpin. Tatkala masyarakat mencari pemimpin yang ideal, berbagai kriteria yang bisa dimunculkan mulai dari jenjang pendidikan, pengalaman, ganteng atau tidak, hingga agama yang dianut, asal suku dan karakter serta sopan santun, sedemikian idealnya sehingga nyaris sempurna sebagai manusia.

Sebenarnya cukup banyak yang memiliki kriteria sempurna tersebut diatas bahkan ada yang sudah menjadi pejabat, tetapi di samping itu didapati kelemahan muncul saat mulai menjabat, ternyata implementasi lemah dan sering sang pemimpin hanya beretorika, pintar melakukan presentasi tetapi lemah dalam eksekusi apalagi menemukan solusi jitu.

Melihat KPK – Komisi Pemberantas Korupsi menangkap dan menahan sejumlah pemimpin ditingkat pusat hingga daerah, para eksekutif, legislatif maupun yudikatif bukan berarti penjaringan pemimpin yang lemah, berbagai perangkat dan model rekrutmen dilakukan untuk memastikan yang terjaring adalah pemimpin ideal, namun kenyataan sebaliknya. Apakah ada yang salah dalam budaya pemimpin di Indonesia?

Mencari pemimpin

Menjadi pemimpin merupakan kedaulatan Tuhan, orang yang dipilih Tuhan. Gereja mencari kepala daerah yang takut akan Tuhan. Mengenal pemimpin dianalogikan seperti melihat pohon dari buah yang dihasilkan, pohon disebut bagus dan baik jika berbuah lebat dan manis mungkin juga harum, menarik dan lezat dimakan. Demikian pula pemimpin baru dikenal bagus dan baik jika kehidupan keseharian sebelumnya sudah seperti buah tersebut diatas. Biasa disebut memiliki karakter yang sehat dan hidup sebagai orang yang saleh, tulus dan setia atau dikenal berintegritas.

Di Indonesia sebenarnya kita telah melihat sosok birokrasi yang saleh, tulus, setia dan berintegritas tetapi kurang menonjol dan hilang dimakan jaman, dalam dekade ini bangsa kita di anugerahi cukup banyak pemimpin yang memimpin secara ideal, terlihat hasil pembangunan yang pro rakyat dan memenuhi harapan masyarakat, dan tentu saja di sana sini masih terdapat kekurangan-kekurangan tetapi masyarakat memaklumi.

READ  PEWARNA Gelar "API Mini' Di Grha Oikoumene

Bagaimana seorang pemimpin bisa melakukan pekerjaan secara jujur jika kepada istrinya yang seharusnya paling dicintai saja tidak dapat berlaku jujur, tentunya sangat dikhawatirkan kepada orang lain yang tidak memiliki hubungan secara pribadi akan lebih tidak jujur apalagi setia menepati janji. Kesetiaan dan rumah tangga harmonis merupakan harga mati yang harus dimiliki setiap pemimpin, hubungan orang tua dan anak yang terjalin dalam rumah tangga harmonis. Kesederhanaan hidup sehari hari termasuk istri dan anak-anak disertai rasa syukur, menikmati penghasilan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dan menolak segala bentuk gratifikasi menjadikan pemimpin terbebas dari belenggu kepentingan dan menikmati kebebasan dalam berkarya dan berkarir.

Keinginan hati dan tamak akan harta benda menjadikan pemimpin berpikir bengkok, keputusan dipertimbangkan atas kepentingan pribadi atau manfaat pribadi tidak berdasarkan asas manfaat kepentingan orang banyak. Pemimpin harus mampu memimpin secara tulus dan ikhlas, menciptakan sistem untuk pembangunan yang tepat sasaran dan memberikan kemudahan banyak pihak agar memiliki akses mengawasi. Sehingga jika ada penyimpangan yang menuju kepada tindakan korupsi atau merugikan negara mengusik nurani Pemimpin yang tidak bersedia kompromi terhadap kejahatan dan dosa.

Pemimpin menularkan nilai-nilai Kerajaan Allah

Pemimpin menyelaraskan kehidupan dengan hukum Tuhan dan hukum positif yang berlaku di negara ini, Pemimpin harus memiliki kecerdasan dan berhikmat dalam setiap pengambilan keputusan, besar atau kecil, untuk manfaat dan maslahat orang banyak, serta tidak tersandera dengan keputusan yang telah diambil dan keputusan yang ditetapkan mencerminkan keadilan yang menyejahterakan orang banyak.

Pemimpin perlu menyadari bahwa hidupnya bertanggung jawab kepada Tuhan yang memilihnya, pemilihan Tuhan mengandung arti ada tugas dan tanggung jawab yang melekat, maka Pemimpin melakukan komunikasi dan relasi yang sehat dengan Tuhan Sang pencipta sehingga mampu menjalankan penugasan yang diemban. Keputusan dan solusi merupakan campur tangan Kerajaan Allah. Tuhan Sang pencipta hadir dalam kehidupannya dan masyarakat merasakannya langsung. Jajaran Pemda dengan apa pun agamanya didorong agar melakukan pengabdian yang tulus menjalankan agama secara baik dan benar. Gereja benar-benar harus berperan menggarami dan menerangi.

READ  Para Pemimpin Gereja Serukan Bersama Tentang Perubahan Iklim

Pemimpin yang merakyat

Pemimpin yang ideal tercatat dalam Perjanjian Lama dalam Ulangan 17:15-20 (TB)  maka hanyalah raja yang dipilih TUHAN, Allahmu, yang harus kauangkat atasmu. Dari tengah-tengah saudara-saudaramu haruslah engkau mengangkat seorang raja atasmu; seorang asing yang bukan saudaramu tidaklah boleh kauangkat atasmu.

Hanya, janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapat banyak kuda, sebab TUHAN telah berfirman kepadamu: Janganlah sekali-kali kamu kembali melalui jalan ini lagi.  

Juga janganlah ia mempunyai banyak isteri, supaya hatinya jangan menyimpang; emas dan perak pun janganlah ia kumpulkan terlalu banyak. 

Apabila ia duduk di atas takhta kerajaan, maka haruslah ia menyuruh menulis baginya salinan hukum ini menurut kitab yang ada pada imam-imam orang Lewi.

Itulah yang harus ada di sampingnya dan haruslah ia membacanya seumur hidupnya untuk belajar takut akan TUHAN, Allahnya, dengan berpegang pada segala isi hukum dan ketetapan ini untuk dilakukannya, 

supaya jangan ia tinggi hati terhadap saudara-saudaranya, supaya jangan ia menyimpang dari perintah itu ke kanan atau ke kiri, agar lama ia memerintah, ia dan anak-anaknya di tengah-tengah orang Israel.”

Pro Ecclesia Et Patria

Antonius Natan
Dosen STT LETS
Staf Ahli Ketum PGLII – Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*