

Kantor Jaksa Agung Maryland Anthony Brown merilis laporan setebal 450 halaman, Rabu, 5 April 2023, mengidentifikasi 158 pendeta yang dituduh melakukan pelecehan terhadap lebih dari 600 korban sejak tahun 1940-an.
Jakarta, legacynews.id – Peristiwa pelecehan seksual di Amerika tercermin juga dalam laporan di Indonesia, Data pengaduan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus/38.21%) diikuti kekerasan psikis (2.083 kasus/35,72%). Sedangkan data dari lembaga layanan didominasi oleh kekerasan dalam bentuk fisik (6.001 kasus/38.8%), diikuti dengan kekerasan seksual (4102 kasus/26.52%%). Jika dilihat lebih terperinci pada data pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah publik, kekerasan seksual selalu yang tertinggi (1.127 kasus), sementara di ranah personal yang terbanyak kekerasan psikis (1.494). Berbeda dengan lembaga layanan, data tahun 2022 ini menunjukkan bahwa di ranah publik dan personal yang paling banyak berbentuk fisik.
Pelecehan seksual adalah salah satu isu yang terus terjadi dan mencerminkan rendahnya pengakuan terhadap hak asasi manusia yang berujung kepada rusaknya mental, psikis dan harga diri korban. Sangat memprihatinkan ketika tindakan tersebut justru dilakukan oleh Pelayan Tuhan di kalangan gereja. Meskipun mereka tampak menjalani kehidupan yang sejalan dengan ajaran agama, ada faktor-faktor tertentu yang perlu dipahami untuk menjelaskan perilaku menyimpang ini. Beberapa penyebab potensial di balik fenomena ini.
Dapat dipastikan pelaku pelecehan seksual memiliki pemahaman yang dangkal tentang Injil. Meskipun dalam penampilannya terlibat dalam kegiatan rohani. Dipastikan mereka tidak menginternalisasi nilai-nilai kasih, penghormatan, dan integritas yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Terikat dengan dosa seksual yang berulang-ulang dan tidak mampu memutuskan godaan.
Kebanyakan pelaku pelecehan seksual mengalami masalah emosional atau psikologis. Stres, kecemasan, atau ketidakmampuan untuk mengatasi emosi negatif dapat mempengaruhi seseorang melakukan respons yang benar. Dalam beberapa kasus, pria yang terlihat rohani, biasanya menyimpan trauma atau masalah dari masa lalunya yang belum terselesaikan, yang akhirnya mengekspresikan diri dalam bentuk perilaku salah dan merugikan orang lain.
Hadir dalam alam bahwa sadar, pelecehan seksual sering kali merupakan hasil dari pola perilaku yang dipelajari. Jika seseorang pernah tumbuh dalam lingkungan di mana kekerasan, dominasi, atau pelecehan menjadi norma, mereka mungkin menginternalisasi perilaku tersebut. Meski mengaku sebagai pengikut Kristus, pola perilaku ini dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain, terutama jika mereka merasa memiliki posisi kekuasaan.
Seorang yang melakukan pelecehan seksual terkait dengan kebutuhan untuk menguasai atau mendominasi. Dalam banyak kasus, pelaku merasa bahwa kekuasaan dan dominasi dalam hubungan tertentu memberikan mereka hak untuk bertindak tidak etis, bahkan jika mereka terlibat dalam kegiatan kerohanian. Pelaku beralasan membenarkan tindakan, berdasarkan sudut pandang yang salah tentang kekuasaan dan hak dalam konteks berelasi.
Di lingkungan gereja, pelaku bisa saja ada pada posisi pimpinan yang memberi mereka kekuasaan dan akses terhadap orang lain, termasuk anak-anak. Penyalahgunaan kekuasaan seakan memfasilitasi perilaku yang merusak, di mana mereka memanfaatkan posisi melakukan pelecehan seksual. Hal ini menjadikan korban terjebak dan tidak berdaya, dalam banyak kasus korban tidak berani melaporkan karena takut akibat dari tindakan tersebut.
Pelecehan seksual oleh pelayan Tuhan di lingkungan gereja menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap Allah tidak diartikan sebagai menjaga integritas moral. Memahami penyebab di balik perilaku ini sangat penting untuk mengatasi dan mencegah tindakan berbahaya tersebut. Pelaku pelecehan seksual belum memiliki identitas sebagai “Anak Tuhan”, di hadapan Tuhan. Perlu mempelajari prinsip-prinsip dasar tentang “Bapa Rohani”. Perlu menyelami makna sejati dari ajaran kasih Kristus tentang “Hati Hamba”. Ketidakpahaman terhadap pengajaran dasar ini dapat menyebabkan abai terhadap ajaran tentang menghormati dan mencintai sesama manusia, walau mengaku sebagai pengikut Kristus.
Setiap pelayanan Tuhan hendaknya selalu memiliki Bapa Rohani dan dimuridkan, terlibat dalam kelompok sel dan aktif dalam Gerakan Bapa Sepanjang Kehidupan (BSK). Gereja bertanggung jawab untuk menyelenggarakan semua aktivitas yang menolong jemaat.
Pro Ecclesia Et Patria
Leave a Reply