

“Saya adalah bailan. Tinggalkan aku sendiri,” tulis seorang warga bernama Yan Jie 28 tahun di depan pintu kamarnya, di Shanghai, dikutip South China Morning Post (SCMP), Rabu (5/10/2022).
Jakarta, legacynews.id – “Saya adalah bailan. Tinggalkan aku sendiri,” adalah pernyataan memprihatinkan dari seorang pemuda. Fenomena “Bailan” berasal dari istilah dalam bahasa Mandarin yang berarti “biarkan membusuk”. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sikap menyerah atau apatis terhadap situasi yang dianggap tidak dapat diubah atau diperbaiki. Fenomena ini pertama kali muncul di kalangan generasi muda di China sebagai respons terhadap tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi. Dalam konteks olahraga, istilah ini diambil dari strategi pasif dalam bola basket, di mana tim yang kalah memilih untuk tidak berusaha lebih keras agar permainan segera berakhir.
Fenomena Bailan tidak hanya relevan di China, tetapi juga mencerminkan tren global di mana generasi muda di berbagai negara menghadapi tantangan serupa. Di Indonesia, meskipun istilah Bailan mungkin belum populer, gejala-gejala serupa dapat diamati, seperti meningkatnya tingkat pengangguran, tekanan ekonomi, dan ketidakpuasan terhadap prospek masa depan. Fenomena ini menuntut perhatian serius gereja, lembaga pelayanan dan orang tua untuk mencari solusi yang efektif.
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Bailan
Beberapa faktor utama yang menyebabkan munculnya fenomena Bailan antara lain:
- Tekanan Ekonomi: Tingginya biaya hidup dan ketidakstabilan ekonomi membuat banyak generasi muda merasa terjebak dalam situasi yang sulit.
- Persaingan yang Ketat: Lingkungan kerja yang kompetitif dan ekspektasi sosial yang tinggi menambah beban mental bagi generasi muda.
- Kurangnya Dukungan Sosial: Minimnya dukungan dari keluarga dan masyarakat membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan motivasi.
Fenomena Bailan memiliki dampak yang signifikan, baik secara sosial maupun ekonomi. Secara sosial, sikap apatis ini dapat mengurangi partisipasi generasi muda dalam kegiatan komunitas dan menghambat perkembangan sosial mereka. Secara ekonomi, penurunan semangat kerja dan produktivitas dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan tingkat pengangguran.
Fenomena serupa juga terjadi di negara lain, seperti “Tang Ping” di China dan “n-Po generation” di Korea Selatan. Kedua fenomena ini menunjukkan pola yang sama, yaitu penolakan terhadap tekanan sosial dan ekonomi yang berlebihan. Di Korea Selatan, misalnya, generasi muda memilih untuk menyerah pada beberapa aspek kehidupan seperti pernikahan dan memiliki anak, karena tekanan ekonomi yang tinggi.
Peran Orang Tua
Orang tua memiliki peran penting dalam membantu anak-anak mereka menghadapi fenomena Bailan. Komunikasi yang terbuka dan dukungan emosional yang kuat dapat membantu generasi muda merasa lebih didengar dan dimengerti. Orang tua perlu menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana anak-anak merasa nyaman untuk berbagi perasaan dan kekhawatiran mereka.
Pendidikan nilai dan etos kerja yang kuat juga penting untuk membekali generasi muda dengan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup. Orang tua dapat mengajarkan pentingnya kerja keras, ketekunan, dan tanggung jawab, serta membantu anak-anak mereka menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai.
Orang tua juga perlu membantu anak-anak mereka membangun harapan yang realistis tentang masa depan. Ini termasuk membantu mereka memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan bahwa kesuksesan tidak selalu diukur dengan standar material atau sosial. Orang tua harus mendoakan anak-anak mereka secara khusus, agar pertolongan Tuhan berlaku bagi mereka.
Peran Gereja
Gereja dapat memainkan peran penting dalam mendukung generasi muda melalui pendekatan rohani dan moral. Dengan menawarkan bimbingan rohani, gereja dapat membantu individu menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam, yang dapat menjadi sumber motivasi dan harapan.
Gereja dapat mengembangkan program dan kegiatan yang dirancang khusus untuk mendukung generasi muda. Ini bisa berupa kelompok diskusi, seminar, atau lokakarya yang membahas isu-isu yang relevan dengan kehidupan mereka. Program-program ini dapat memberikan dukungan sosial dan emosional yang diperlukan untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Gereja menjadi pelopor membangun kesadaran berjuang hidup.
Kolaborasi dengan komunitas lain juga penting untuk memperluas jangkauan dan dampak dari upaya gereja. Dengan bekerja sama dengan sekolah, organisasi pemuda, dan lembaga lainnya, gereja dapat menciptakan jaringan dukungan yang lebih luas dan efektif.
Fenomena Bailan mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda di tengah tekanan sosial dan ekonomi yang tinggi. Meskipun fenomena ini menimbulkan kekhawatiran, ada banyak peluang untuk intervensi yang efektif melalui peran orang tua dan gereja.
Untuk mengatasi fenomena ini, orang tua perlu meningkatkan komunikasi dan dukungan emosional, sementara gereja dapat menawarkan bimbingan spiritual dan program yang relevan. Masyarakat secara keseluruhan juga perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung bagi generasi muda.
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” Yeremia 29:11
Pro Ecclesia Et Patria
Antonius Natan | Dosen STT LETS | Fasilitator Bapa Sepanjang Kehidupan
Leave a Reply