Jakarta, legacynews.id – Masalah serius di Indonesia saat ini adalah Kecanduan judi Online yang berakibat buruk dalam kehidupan seseorang. Kecanduan judi berdampak kepada kondisi kesehatan mental yang buruk, rusaknya rumah tangga, kesulitan keuangan. Kerumitan menjalar kepada remaja, orang tua, laki-laki, perempuan, berpendidikan tinggi hingga yang berpendidikan rendah. Maraknya Judi Online, lantas Gereja ada dimana ? apa yang harus dilakukan pemerintah?
Di Media Center PG, Salemba 10, sebuah diskusi penting mengenai peran pemerintah dalam menangani judi Online dan pinjaman Online berlangsung dengan penuh antusiasme. Acara ini (8 Juli 2024), yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Nasrani (PEWARNA) Indonesia, menampilkan pembicara seperti Romo Antonius Benny Susetyo, Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Pdm. Rosiana Purnomo, Kepala Biro Pemuda dan Remaja PGI.
Turut hadir dalam acara ini adalah Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Harsanto Adi, dengan Johan Sopaheluwakan sebagai moderator dan Elly Wati Simatupang sebagai koordinator acara. Diskusi ini dihadiri oleh anggota PEWARNA Indonesia dari berbagai media. Acara berlangsung dalam nuansa interaktif dan mendalam.
Dalam paparannya, Benny Susetyo menekankan pentingnya rasa keadilan dalam sistem pinjaman Online. “Pinjaman tidak boleh membuat bunga berbunga yang memberatkan rakyat,” ujarnya. Beliau juga menyoroti betapa pentingnya karakter kuat seperti dengan mengutamakan kerja keras dan disiplin.
Sementara itu, Rosiana Purnomo menekankan bahaya psikologis dari judi Online. “Orang yang kecanduan judi Online sangat rawan secara psikologis, selalu ingin menang, dan ini bisa berdampak fatal seperti bunuh diri,” ungkapnya. Ia menyebutkan bahwa ada empat kasus bunuh diri yang dilatarbelakangi oleh kecanduan judi Online.
Rosiana juga menyoroti dampak digitalisasi terhadap generasi muda saat ini, “Anak-anak dan remaja menjadi lebih tertutup dan tegang karena terlalu fokus pada gadget mereka”. Era digital menjadi pintu untuk judi Online. Judi Online dampaknya bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah psikologis dan sosial,” tambahnya.
Benny Susetyo menambahkan bahwa judi Online telah menjadi bagian dari budaya yang merusak, membawa masyarakat ke jurang kemiskinan. “Bangsa ini, terkadang seperti bermuka dua, di satu sisi menolak judi, namun di sisi lain praktik judi terus berlangsung karena sudah menjadi tradisi, sehingga masyarakat sulit merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya” kata Benny.
Selain itu, Benny menekankan bahwa edukasi literasi digital sangat diperlukan untuk menghambat budaya instan yang dihasilkan oleh teknologi saat ini. “Lembaga keagamaan dan pendidikan harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai dan moralitas,” ujarnya.
Pendidikan holistik yang menggabungkan nilai-nilai etika dan moral harus ditekankan, menurut Rosiana. “Budaya harus dipandang dari perspektif Alkitabiah sehingga tidak terjadi praktik-praktik yang tidak benar atau salah,” katanya.
Judi Online, menurut Benny, harus diretas dan dihapuskan karena telah meresahkan masyarakat. “Negara harus membangun proteksi dengan memblokir semua situs judi Online dan membuat regulasi yang melindungi masyarakat kecil dan miskin, supaya tidak menjadi korban” tegasnya.
Penegakan hukum yang tegas juga menjadi sorotan dalam diskusi ini. “Para bandar judi Online harus ditindak tegas, dan pendidikan keluarga harus diperkuat untuk menghilangkan ilusi dari judi,” kata Benny. “Judi itu sangat menggoda, tetapi kita harus menghadapinya dengan kekuatan moral dan etika yang kuat.”
Diskusi ini menggambarkan betapa mendesaknya peran pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah judi Online dan pinjaman Online yang telah meresahkan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat, diharapkan masalah ini dapat diatasi dengan baik. APM
Leave a Reply