“Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari,” Mazmur 19:3-4
Di masa pandemi Covid 19, situasi beribadah, suka atau tidak suka ikut berubah menjadi ibadah “online”. Apakah ibadah online hanya terjadi sementara atau justru sebagai suatu permulaan dari era Vitual Reality Church (VRC)? Gereja Realitas Virtual sangat menawarkan “di mana saja”, “kapan saja” kita bisa bergereja. Kita tunggu saja, namun hal ini telah menjadi kenyataan awal, yang disiarkan juga oleh BBC. Apa bentuk dari VRC?
VCR adalah konsep bergereja dan beribadah yang terjadi secara virtual, yang menggunakan alat sejenis kaca mata khusus. Misalnya, pada suatu hari kita bangun tidur dan ingat ini adalah hari Minggu, segera gunakan kaca mata virtual, lalu kita bisa memilih: “Ingin hadir di gereja apa? Protestan? Katolik? Pentakosta?”; “Ingin pendeta yang mana?”; “Worship leadernya siapa dan bajunya seperti apa?”. Jika sedang berlangsung ibadah, lalu ada pertandingan sepak bola bisa juga juga beralih nonton pertandingan sepak bola”. Kita tidak perlu lagi injak lantai gedung gereja, tidak perlu lagi hadir sesuai jam ibadah karena ibadah disesuaikan dengan waktu bangun tidur dan masih di tempat tidur, mungkin selesai mandi dan sarapan?. Lalu bagaimana dengan uang persembahan? Silakan dikirim ke nomor account bank yang sudah ter fasilitasi, juga pilih sesuai keinginan.
Revolusi Industri 4.0, kini 5.0, merupakan terobosan teknologi dimana peran manusia terganti dengan peran mesin robotic yang diisi algoritma sempurna. Mesin-mesin robot ini didisain dalam rupa-rupa bentuk, bahkan menyerupai bentuk manusia yang bisa diajak bicara.
Nah, apakah gereja-gereja saat ini siap memasuki era VRC? Jika dikaji dari sisi praktis-ekonomis, bukankah gereja dengan bentuk virtual lebih menjanjikan? Tidak repot-repot pergi ke gereja, sulit parkir mobil, bebas pilih waktu, tidak harus gonta ganti busana, bosan duduk diam berlama-lama dalam gedung, apalagi bisa memilih siapa pengkhotbahnya? Tema khotbah? Siapa Liturgos/ Worship leadernya dan jenis lagu?
Semua ini sudah waktunya dipikirkan bersama oleh gereja, sebab dampak terobosan teknologi bukan saja banyak gereja masih gagap dengan teknologi kekinian, tetapi juga jika menolak akan ditinggalkan umatnya sendiri. Inilah salah satu jenis tantangan di akhir zaman. Kita tidak perlu pergi jauh-jauh, suara kita tidak perlu terdengar tetapi gemanya sampai ke ujung bumi, mungkinkah itu juga yang diartikan Online atau virtual?
Tentu saja, betapa pun VRC mungkin yang kelak paling banyak disukai umat Kristen, bergereja dan beribadah secara non virtual jauh lebih Alkitabiah.
Salam Injili
Pdt. DR. Ronny Mandang, MTh.
Ketum PGLII – Persekutuan Gereja-Gereja dan lembaga-Lembaga Injili Indonesia
Terima kasih info perihal era virtual reality-nya. Perlahan teknologi Augmented Reality, Metaverse, Virtual Reality Jakarta sampai Indonesia juga mulai mengikuti perkembangan teknologi yang semakin pesat. Bahkan banyak perusahaan yang mulai meluncurkan metaverse.