Hati-hati Dengan Medsos; Tidak Semua Isi yang Ada Benar

/script>

 

Ilustrasi. Berhadapan dengan media sosial masyatakata dituntut kritis dan cerdas agar aman. PEXEL

Mantan Staf Ahli Menteri Kominfo itu mengingatkan, generasi muda dituntut kritis, kreatif, fleksibel, terampil, dan memiliki kemampuan digital yang baik. Sehingga, dapat memahami dan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah sangat cepat. Termasuk, memahami etika dan aturan hukum yang berlaku, tidak melanggar UU ITE, KUHP, dan lainnya.

Satu hal, dia juga menegaskan, masyarakat yang tidak siap dengan perubahan nantinya akan terpinggirkan. Persaingan, menurutnya, membutuhkan kemampuan yang cerdas dan pengetahuan yang luas. Apalagi perkembangan Revolusi 4.0 begitu cepat, jika tidak diimbangi oleh etika, moral, dan landasan hukum kokoh, justru membawa persoalan baru.

Diakui media sosial selain memberikan manfaat ekonomi dan sosial budaya. Di sisi lain, menciptakan kebenaran semu (post truth) dengan cara memainkan emosi dan perasaan publik. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk tidak terlalu percaya dengan medsos.

“Medsos itu menciptakan yang namanya kebenaran semu. Hati-hati dengan medsos, tidak semua isi yang ada di medsos itu benar,” ujar Henri Subiakto.

Menurutnya, di era post truth seperti sekarang ini banyak bermunculan informasi-informasi yang disajikan melalui medsos. Namun ternyata, merupakan kebohongan atau sengaja dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Dengan begitu, korbannya adalah orang-orang yang tidak suka menyimak dan membaca serta mau membuktikan kebenarannya terlebih dahulu.

Banyak sekali rekayasa sosial politik yang disebarkan melalui akun-akun buzzer di medsos. Hal inilah yang memicu ketegangan politik di masyarakat selama Pilpres 2014 dan 2019, bahkan sampai sekarang. Di negara demokrasi terbesar seperti Amerika Serikat juga terjadi segregasi akibat politisasi yang dipicu medsos, seperti sengitnya persaingan antara kubu Joe Biden/Hillary Clinton versus Donald Trump.

READ  Pakaian Adat Sulawesi Tenggara Sarat Makna

Informasi hoaks memang sengaja dipelihara dengan membuat segregasi sosial di medsos. Masyarakat hanya digiring untuk menyimak pikiran-pikiran yang sealiran. Di luar itu adalah salah bahkan dianggap bodoh atau sesat. Pola itu disebut echo chamber (menggema di kalangan sendiri). Ketika disajikan berulang-ulang akhirnya dianggap menjadi kebenaran.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*