Memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Wanita

/script>

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Data pengaduan kasus kekerasan berbasis gender (KBG) didominasi oleh kekerasan terhadap perempuan di ranah personal / domestik sebanyak 284.741 kasus (98.5%),

Jakarta, legacynews.id – Hari Anti Kekerasan Terhadap Wanita diperingati setiap tahun pada tanggal 25 November hingga 10 Desember. Peringatan ini dimulai sebagai penghormatan atas perjuangan Mirabal bersaudara, tiga aktivis politik dari Republik Dominika yang dibunuh pada tahun 1960. Sejak tahun 1981, tanggal 25 November dipilih sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Tujuan dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran global tentang kekerasan berbasis gender dan mendorong tindakan untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Tujuan utama dari peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Wanita adalah untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu ini, dan mempromosikan hak-hak perempuan. Peringatan ini juga bertujuan untuk menggalang dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum, untuk bersama-sama mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan. Kampanye tahun ini mengangkat tema “Lindungi Semua, Penuhi Hak Korban, Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan”.

Data Kekerasan Terhadap Wanita

Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah global yang mempengaruhi jutaan wanita di seluruh dunia. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 1 dari 3 wanita di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual dalam hidup mereka. Di Indonesia, data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada tahun 2021, terdapat lebih dari 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan hanya dalam periode Januari hingga Juli.

Tren kekerasan terhadap perempuan menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan di banyak negara, termasuk Indonesia. Pandemi COVID-19 telah memperburuk situasi ini, dengan laporan peningkatan kasus kekerasan domestik selama periode lockdown. Meskipun ada upaya untuk mengurangi angka kekerasan, tantangan dalam penegakan hukum dan akses terhadap layanan dukungan masih menjadi hambatan utama.

READ  Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke 23

Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Wanita

Kekerasan terhadap perempuan sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Norma-norma sosial yang patriarkal dan stereotip gender yang merendahkan perempuan sering kali menjadi akar dari kekerasan ini. Selain itu, ketidaksetaraan ekonomi dan ketergantungan finansial perempuan pada pasangan mereka juga dapat meningkatkan risiko kekerasan.

Stereotip gender yang menganggap perempuan sebagai makhluk lemah dan tunduk pada laki-laki memperkuat budaya kekerasan. Stereotip ini sering kali ditanamkan sejak dini melalui pendidikan dan media, yang kemudian mempengaruhi perilaku dan sikap masyarakat terhadap perempuan.

Kebijakan dan Regulasi Pemerintah

Pemerintah memiliki peran penting dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan melalui kebijakan dan regulasi yang efektif. Di Indonesia, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) merupakan salah satu langkah penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan. Namun, implementasi dan penegakan hukum yang konsisten masih menjadi tantangan.

Organisasi non-pemerintah (NGO) memainkan peran krusial dalam mendukung korban kekerasan dan mengadvokasi perubahan kebijakan. Mereka menyediakan layanan dukungan, seperti konseling dan tempat penampungan, serta mengadakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan.

Kampanye dan edukasi masyarakat adalah alat penting dalam mengubah sikap dan perilaku terhadap kekerasan berbasis gender. Program edukasi yang menargetkan anak-anak dan remaja dapat membantu membentuk generasi yang lebih sadar dan menghormati hak-hak perempuan.

Akses terhadap Layanan Hukum

Salah satu tantangan terbesar dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah akses yang terbatas terhadap layanan hukum. Banyak korban yang kesulitan mendapatkan bantuan hukum karena kurangnya informasi, biaya yang tinggi, atau stigma sosial yang melekat.

Kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang kekerasan terhadap perempuan masih perlu ditingkatkan. Banyak orang yang masih menganggap kekerasan sebagai masalah pribadi yang tidak perlu campur tangan pihak luar. Pendidikan yang komprehensif dan inklusif dapat membantu mengubah pandangan ini dan mendorong tindakan kolektif untuk mengatasi kekerasan.

READ  PGLII Serukan Hentikan Kekerasan & Pembunuhan Di Papua

Kekerasan terhadap perempuan adalah masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Data menunjukkan bahwa kekerasan ini masih meluas dan sering kali tidak dilaporkan. Faktor sosial, budaya, dan ekonomi berkontribusi pada tingginya angka kekerasan, sementara akses terhadap layanan hukum dan kesadaran masyarakat masih menjadi tantangan utama.

Untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan, diperlukan upaya kolaboratif dari semua pihak. Pemerintah harus memperkuat penegakan hukum dan menyediakan akses yang lebih baik terhadap layanan dukungan. Organisasi non-pemerintah harus terus mendukung korban dan mengadvokasi perubahan kebijakan. Selain itu, kampanye dan edukasi masyarakat harus ditingkatkan untuk mengubah sikap dan perilaku yang mendukung kekerasan. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat berharap untuk melihat penurunan signifikan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan di masa depan.

Pro Ecclesia Et Patria
Antonius Natan
Dosen STT LETS
Staf Ahli Ketum PGLII – Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*