Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2023) memperkirakan kasus aborsi setiap tahunnya mencapai 2,4 juta jiwa, memprihatinkan karena sekitar 700.000 kasus terjadi pada anak remaja.
Jakarta, legacynews.id – Aborsi merupakan salah satu isu etis dan moral yang paling kontroversial dalam masyarakat modern. Dalam konteks Kristen, aborsi tidak hanya menjadi perdebatan moral tetapi juga teologis, karena menyangkut nilai-nilai kehidupan yang diajarkan dalam Kitab Suci. Gereja Kristen, dalam berbagai denominasi, telah lama bergulat dengan pertanyaan apakah aborsi dapat dibenarkan atau tidak. Perdebatan ini sering kali melibatkan interpretasi ayat-ayat Kitab Suci yang dianggap relevan dengan isu ini.
Aborsi adalah prosedur medis yang dilakukan untuk menghentikan kehamilan biasanya sebelum janin berusia 3 (tiga) bulan. Tindakan ini dapat dilakukan secara aman oleh tenaga medis yang berpengalaman di bawah kondisi hukum yang sesuai.
Berbagai alasan perempuan melakukan aborsi, seperti masalah kesehatan ibu atau janin, atau alasan pribadi lainnya. Seperti prosedur medis lainnya, memiliki risiko dan konsekuensi yang harus dipertimbangkan dengan baik. Penting untuk mendiskusikannya dengan tenaga medis yang terpercaya untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat, tanpa melanggar hukum.
Pandangan Kristen Terhadap Aborsi
Sejarah pandangan Kristen terhadap aborsi dapat ditelusuri kembali ke ajaran-ajaran awal gereja. Secara tradisional, gereja Kristen telah menentang aborsi, menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap perintah Tuhan untuk tidak membunuh. Namun, pandangan ini tidak selalu seragam di antara semua denominasi Kristen. Beberapa denominasi mungkin memiliki pandangan yang lebih moderat atau bahkan mendukung aborsi dalam kondisi tertentu.
Denominasi Kristen seperti Katolik Roma secara tegas menentang aborsi dalam segala bentuknya, menganggapnya sebagai dosa berat. Sementara itu, beberapa denominasi Protestan, Injili dan Pentakosta mungkin lebih fleksibel, mengizinkan aborsi dalam kasus-kasus tertentu seperti ancaman terhadap nyawa ibu atau kehamilan akibat pemerkosaan. Perbedaan ini mencerminkan interpretasi yang berbeda terhadap Kitab Suci dan prinsip-prinsip etika Kristen.
Alkitab Menentang Aborsi
Salah satu ayat yang sering dikutip dalam diskusi tentang aborsi adalah Keluaran 20:13, yang berbunyi “Jangan membunuh.” Ayat ini dianggap sebagai perintah langsung dari Tuhan yang melarang pembunuhan, termasuk pembunuhan janin dalam kandungan. Kejadian 9:5 “Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia”.
Dalam Perjanjian Lama Kitab Yeremia 1:5 menyatakan, “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” Ayat ini sering digunakan untuk menekankan bahwa kehidupan dimulai sejak dalam kandungan dan bahwa setiap individu memiliki tujuan ilahi yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Oleh karena itu, aborsi dianggap sebagai pelanggaran terhadap rencana Tuhan.
Meskipun banyak ayat yang menentang aborsi, ada juga ayat-ayat yang diperdebatkan dan kadang digunakan untuk mendukung aborsi. Misalnya, beberapa orang merujuk pada Keluaran 21:22-25 “Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak”. Ayat ini membahas tentang hukuman bagi seseorang yang menyebabkan keguguran. Dan sering diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa kehidupan janin tidak dianggap setara dengan kehidupan orang dewasa.
Etika Kristen dan Aborsi
Etika Kristen berakar pada prinsip-prinsip kasih, keadilan, dan penghormatan terhadap kehidupan. Prinsip-prinsip ini menuntun umat Kristen untuk mempertimbangkan nilai kehidupan manusia dalam setiap keputusan etis. Dalam konteks aborsi, prinsip-prinsip ini sering kali digunakan untuk menilai apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan.
Dalam beberapa kasus, aborsi mungkin dipertimbangkan jika ada ancaman serius terhadap kesehatan ibu atau jika janin mengalami cacat yang tidak dapat diperbaiki. Dalam situasi seperti ini, umat Kristen mungkin menghadapi dilema etis yang kompleks. Beberapa denominasi mungkin mengizinkan aborsi dalam kasus-kasus ini, sementara yang lain tetap menentangnya.
Bagi umat Kristen, keputusan terkait aborsi harus diambil dengan mempertimbangkan ajaran Kitab Suci dan prinsip-prinsip etika Kristen. Diskusi dan refleksi mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil selaras dengan iman dan nilai-nilai Kristen. Dalam semua kasus, penting untuk mendekati isu ini dengan kasih dan pengertian, menghormati martabat setiap pribadi yang terlibat.
Secara hukum aborsi di Indonesia telah diatur dalam pasal Pasal 346 KUHP yang saat tulisan ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 463 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026. berbunyi sebagai berikut:
- Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, larangan aborsi secara spesifik diatur dalam Pasal 60 UU Kesehatan sebagai berikut:
- Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
- Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan:
- oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
- pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan
- dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.
Berdasarkan bunyi Pasal 60 UU Kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa korban perkosaan merupakan pengecualian dari larangan aborsi.
Lalu, menurut Pasal 427 UU Kesehatan, setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan, dipidana penjara maksimal 4 tahun.
Adapun menurut Pasal 428 UU Kesehatan, setiap orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan terhadap seorang perempuan:
- dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 5 tahun; atau
- tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 12 tahun.
Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023. Selain itu, berlaku juga asas lex posterior derogat legi priori dimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama.
Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut.
Pro Ecclesia Et Patria
Leave a Reply