Ibadah dan Perayaan HUT PGLII Ke-50
Batu, legacynews.id – Moderasi Beragama bukan hanya slogan tetapi harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia Prof. Dr. Thomas Pentury M.Si ketika menyampaikan sambutan pada Ibadah Syukur dan Perayaan Jubileum Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) di Aula Bukit Zaitun, Kompleks YPPII, Batu, Jawa Timur (31/10).
Hadir pada kesempatan tersebut Walikota Batu Dra. Hj. Dewanti Rumpoko, M.Si, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. Jawa Timur Dr. Himawan Estu Bagijo, SH, MH., yang mewakili Gubernur Jawa Timur dan Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov. Jawa Timur Drs. Nawawi, M. Fil. Acara tersebut dihiasi atraksi tarian nusantara kontemporer dari Celebraton of Praise (Bandung) dan sambutan video dari Secretary General of World Evangelical Alliance (WEA).
Dalam sambutannya Thomas Pentury menyampaikan tantangan kepada seluruh Pimpinan dan Anggota PGLII. “Pada usia ke-50 tahun ini, bagaimana api injil PGLII itu harus tetap menyala dan bagaimana Amanat Agung harus terus diselesaikan?”
Keindonesian memiliki keragaman, kita dalam posisi yang sama yaitu membangun Indonesia yang lebih baik. Kita memiliki 3 tantangan. “Tantangan pertama, semangat beragama yang kecenderungan ekstrim. Melampaui kebiasaaan.” Dalam perspektif eksklusif itu sangat mungkin, PGLII menyemangati dengan Amanat Agung dan Api Injil Terus Menyala. Dalam kerangka eksklusif kita berjumpa dengan sesama bangsa yang berbeda agama dan keyakinan, kita butuh proses yang kita sebut penghargaan kepada agama dan perbedaan yang lain.
Tantangan kedua adalah klaim kebenaran subyektif. “Dalam lingkup agama, kebenaran itu mutlak. Dalam perjumpaan dengan sesama, kita akan jumpa dengan berbeda agama dan keyakinan. Kita tidak bisa menafikan bahwa kebenaran ada di sini dan tidak ada di disana. Relasi kemanusiaan kita, kebangsaan kita diuji supaya kebenaran subyektif tidak menimbulkan gesekan.”
Tantangan ketiga adalah klaim kebenaran subyektif yang cenderung mengabaikan Indonesia seperti menolak menghormati bendera dan mengabaikan kehidupan berbangsa. Kita ada dalam bingkai kebangsaan yang menjamin kehidupan beragama.
“Tiga tantangan tersebut harus disikapi dengan baik melalui moderasi beragama. Praktik yang tidak cenderung ekstrim dan menghormati keindonesiaan.”
Pentury kemudian menyebut bahwa PGLII adalah sebuah pergerakan, dalam perjalanan pelayanannya harus memiliki energi. “Bagi saya, salah satu energi yang penting adalah pendidikan, dan PGLII sudah menghasilkan banyak lembaga pendidikan yang berkualitas,” ujarnya.
Leave a Reply