Gereja Menjadi Pelopor Gerakan Cinta Tanah Air

/script>

“Lintasilah jalan-jalan Yerusalem, lihatlah baik-baik dan camkanlah! Periksalah di tanah-tanah lapanganya apakah kamu dapat menemui seseorang, apakah ada yang melakukan keadilan dan yang mencari kebenaran, maka Aku mau mengampuni kota itu” (Yeremia 5:1)

Jakarta, legacynews.id – Mencari kebenaran dan melakukan keadilan ketika hukum mati suri kerap tercermin setiap kali kita melihat sosial media maupun televisi, berita yang ditampilkan membuat kita semakin prihatin, seakan hati nurani, keadilan dan kebenaran telah meninggalkan ibu pertiwi. Hukum mati suri, pemimpin menjadi penguasa, kehebohan terjadi tidak kepada substansi yang sesungguhnya. Masyarakat frustrasi, para Elit dan mahasiswa seakan bertentangan dengan pemerintah.

Tetapi menjadi menarik tatkala kita melihat kajian Prof. Masrukhi seorang Guru Besar ilmu Pendidikan Moral Universitas Negeri Semarang menyatakan ada lima wajah mahasiswa yang tampak dalam realitas diri dan sosial yakni, mahasiswa Idealis-konfrontatif, yang cenderung aktif menentang kemapanan, seperti melalui demonstrasi, mahasiswa idealis-realistis, lebih kooperatif dalam perjuangan menentang kemapanan, mahasiswa oportunis, yang cenderung mendukung pemerintah yang tengah berkuasa dan mahasiswa profesional, yakni mereka yang orientasinya kuliah atau belajar. Ke-4 wajah mahasiswa ini ternyata hanya ada 10 persen, selebihnya wajah kelima adalah mahasiswa reaktif yang berorientasi pada gaya hidup glamor dan bersenang-senang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai akhir 2021 ada sekitar 7,6 juta mahasiswa di Indonesia. Terdiri dari sekitar 3,2 juta mahasiswa di kampus negeri serta 4,4 juta mahasiswa di kampus swasta. Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, penduduk Indonesia berjumlah 275,36 juta jiwa pada Juni 2022. Diantaranya 6,41% mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Rinciannya, yang berpendidikan D1 dan D2 proporsinya 0,41%, kemudian D3 sejumlah 1,28%, S1 sejumlah 4,39%, S2 sejumlah 0,31%, dan hanya 0,02% penduduk yang sudah mengenyam pendidikan jenjang S3.

Jumlah yang relatif kecil. Bisa dibayangkan jikalau para penerus bangsa, pemimpin masa depan negeri tidak memiliki kepekaan moral, para pemuda asyik dengan kesenangan dan gaya hidup santai. Tentu apa yang terjadi hari-hari ini akan terus berlanjut karena para generasi muda tidak memiliki kemampuan.

READ  Penembakan Terjadi di "Sekolah Kristen Swasta" di Nashville

Melihat potret prihatin di atas apakah gereja hanya berdiam dan memperkuat keyakinan dengan berdoa? Gereja sebagai wadah pembinaan moral dan kawah candradimuka bagi para pemimpin muda harus bekerja lebih keras dan memiliki program pembinaan yang menjawab tantangan zaman. Memikirkan pembangunan iman, karakter dan kompetensi tidak sekadar menjadi pemimpin di lingkungan gereja, melainkan juga dalam dunia sekuler.

Gereja siap menelurkan pemimpin dalam dunia kerja dan dunia politik. Tidak bisa lagi alergi terhadap politik. Meski memang tidak berpolitik, tatkala berbicara tentang mencari kebenaran dan melakukan keadilan. Gereja harus menjadi teladan. Kemampuan menjalankan keadilan dan kebenaran hanya ada di dalam Tuhan Yesus Kristus dan orang yang percaya kepada-Nya.

 

Gerakan cinta tanah air

Kita umat Tuhan sebagai warga gereja, para pemuda yang tergabung dalam GMKI, PMKRI, GAMKI, PIKI, Pemuda Katolik dll. sebagai organisasi kader adalah komunitas yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keadilan dan kebenaran menjadi bagian dari gaya hidup di Indonesia.

Para pemuda  yang menentukan nasib bangsa ini mengawali masa Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Hari Kemerdekaan RI, dalam rangkaian gerakan kepemudaan dari angkatan 66, Malari hingga peristiwa reformasi 1998. Gerakan reformasi dan gaya kritis serta berani dari para pemuda mempertahankan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika haruslah tetap dipertahankan.

Gerakan cinta tanah air mulai tercermin dalam kurikulum pendidikan saat ini. Oleh sebab itu kembali lagi Gereja dipanggil untuk memenuhi kebutuhan. Gerakan cinta tanah air adalah gerakan berbakti bagi bangsa dan negara yang harus dipelopori oleh gereja. Gereja berperan penting menyadarkan umat untuk bertindak. Gereja harus mampu menciptakan manusia yang takut akan Tuhan dan berani melawan arus dan sistem dalam dunia politik untuk mewujudkan cinta tanah air dalam pembangunan bangsa.

Melihat perkembangan penganiayaan terhadap gereja seperti Jemaat GBI Solagracia Kampung Nias di Padang, Sumatera Barat dibubarkan warga saat sedang beribadah. Polisi menyebut warga kesal lantaran jemaat gereja memutar musik dengan suara kencang. Peristiwa pembubaran itu terjadi di Kelurahan Banuaran, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang, pada Selasa (29/8/2023) malam. menurut detik.com. Pembubaran ibadah pernah dialami jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai, Sumatera Utara (19 Mei 2023); Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon di Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau (19 Mei 2023); dan GBI dengan aktivitas pendidikan Agama Kristen di Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (28 Mei 2023).  menurut tempo.co. Merupakan pola rongrongan yang dialami berbagai gereja di berbagai tempat merupakan cermin penolakan terhadap UUD 1945 Pasal 29.

READ  David Platt Desak Kaum Muda Hindari Kekristenan Yang 'Nyaman'

Kondisi diatas sesuai dengan dataa yang disampaikan oleh lembaga SETARA Institute yang fokus dengan isu Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB). Data SETARA mengungkap, bahwa dalam periode tahun 2007 hingga 2022, terdapat setidaknya 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.

Pemerintah seakan tidak hadir dalam keadilan dan kebenaran. Kembali Gereja dipanggil untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Gereja harus bisa membela haknya. Sama seperti Tuhan kita Yesus Kristus, mati di kayu salib demikian pula keadaan gereja zaman ini. Manusia tidak memiliki kemampuan membela Tuhannya, karena seharusnya memang Tuhanlah yang membela gereja.

Kebenaran dalam Alkitab justru membuat umat harus waspada, karena setiap ada penganiayaan berarti ada bara api di atas orang-orang jahat. Artinya ada kutuk yang turun kepada pribadi atau komunitas yang menentang gereja. Gereja harus berbesar hati berdoa agar bukan kutuk yang turun melainkan berkat. Karena jikalau kutuk yang turun berarti banyak kesengsaraan terjadi, alam ikut memberontak, alam tidak bersahabat dengan manusia. Gereja berani mengampuni orang yang bersalah. Apakah mudah menjalankannya? Saat ini gereja perlu berlaku adil dan benar di hadapan Tuhan, tuntutan Tuhan lebih besar kepada gereja.

 

Kekuatan yang Bisa Ubah Bangsa Ini

Presiden terpilih memiliki hak prerogatif menentukan menteri menteri kabinet. Tentu hak ini merupakan senjata yang ampuh dan kekuatan yang mampu mengubah bangsa ini. Perlu ditekankan bahwa bukan dengan transaksional politik, kompromi politik akan memunculkan kasus-kasus yang merugikan bangsa. Dalam diskusi para mahasiswa acapkali terdengar bahwa kekuatan yang mengubah bangsa bukannya dengan cara me-rehuffle menteri melainkan menggantikan pemimpin nomor satu.

Pernyataan itu bisa benar, bisa juga tidak. Sebagai umat kristiani kita tahu bahwa pemerintah ini ada karena izin Tuhan Sang Pencipta. Kita patut menghormati kepemimpinan yang ada dan memiliki kemampuan untuk mengubah bangsa ini. Walaupun kepemimpinan bangsa saat ini mungkin juga terjebak dalam kekusutan dalam era reformasi. Masing-masing pihak menyandera satu dengan yang lain, dan semua yang terkait harus bisa membuka belenggu masing-masing. Pertanyaannya, apakah mungkin?

READ  Gereja Protestan Buka Kebaktian Tetapi Kehadiran Masih Sedikit

Tuhan Yesus memiliki kemampuan membela diri karena Dia seratus persen manusia dan seratus persen Tuhan. Berbeda dengan pemerintahan, mereka bukan Tuhan yang mampu menentukan jalan dan langkah kelompok atau partainya. Ada tangan Tuhan Sang Pencipta yang campur tangan dalam setiap sendi kehidupan masyarakat.

Gereja memiliki kaitan erat dengan Tuhan Sang Pencipta. Gereja merupakan kepanjangan tangan Tuhan untuk pekerjaan-Nya, sehingga kemampuan gereja mengubah bangsa ini tidak boleh ada rasa pesimis. Sekarang saatnya siapa yang terpanggil untuk melakukan perubahan?

Indonesia adalah negara yang besar, negara besar lainnya Amerika Serikat, Eropa, Jepang mengalami guncangan ekonomi. Timur Tengah sebagai Negara minyak dan petrodolar ikut gonjang-ganjing. Tinggal tersisa tiga raksasa ekonomi, China, India dan Indonesia. China dan India sudah bangun dan melesat dalam pembangunan ekonomi, menyusul Indonesia.

Siapa yang akan membangunkan raksasa ekonomi bernama Indonesia? Tentunya bukan pemerintahan yang memiliki kasus korupsi dan oleh kepentingan politik atau orang yang sudah pantas pensiun. Melainkan generasi muda yang siap dan takut akan Tuhan. Generasi yang berjuang membangun bangsa dengan adil dan benar. Ini aku Tuhan utuslah Aku.

Pro Ecclesia Et Patria
Antonius Natan
Dosen STT LETS
Staf Ahli Ketum PGLII – Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*