APBN masih perlu mengantisipasti perkembangan global yang dinamis, perjalanan masih cukup panjang.
Jakarta, legacynews.id – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai telah menjadi andalan di tengah ancaman. Pasalnya, APBN telah bekerja keras dalam menghadapi pandemi dengan melakukan berbagai langkah luar biasa untuk tetap terjaganya pemulihan ekonomi.
Saat ini, risiko yang tengah diwaspadai oleh Indonesia bukan lagi soal Covid-19, terutama varian Omicron, meski tak dipungkiri pandemi masih berlangsung. Sebab, wabah boleh dikata sudah mampu dikendalikan seiring dengan terus naiknya jumlah masyarakat yang menerima vaksinasi, sehingga bisa menjadi instrumen pengendalian pandemi.
Kasus harian domestik pun terus menurun. Tak pelak, vaksinasi memang menjadi instrumen utama pengendalian pandemi dan akan terus diakselerasi untuk melindungi masyarakat. Hingga 27 Maret 2022, total vaksin dosis 1 masyarakat telah mencapai 72,50 persen total populasi domestik. Berikutnya, masyarakat yang menerima vaksin dosis 2 mencapai 58,42 persen, dan vaksin booster mencapai 7,39 persen total populasi domestik.
Kendati ancaman dari sisi domestik terkendali, APBN tak lepas dari risiko akibat persoalan eksternal. Gejolak geopolitik yang terjadi di Eropa, yakni antara Ukraina vs Rusia, telah memberikan dampak kepada harga komoditas di pasar global yang turut membebani inflasi di berbagai negara di dunia, termasuk negara berkembang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, APBN sebagai instrumen harus kembali dijaga kesehatannya. “APBN menjadi instrumen yang mengalami tekanan dari berbagai hal tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KITa, Senin (28/3/2022).
Berbagai gejolak, imbuh Menkeu Sri, akan terus terjadi dan APBN selalu menjadi instrumen utama yang diandalkan. Oleh karena itu, Menkeu Sri mengatakan, APBN, ekonomi, dan masyarakat perlu dijaga. Tiga tugas yang sangat kompleks tersebut, kata Menkeu Sri, harus dilakukan pada sepanjang 2022.
“Ini mendorong inflasi di negara maju terutama di Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami kenaikan harga sangat tinggi sehingga kemudian menimbulkan respons kebijakan pengetatan yang cukup drastis,” katanya.
Leave a Reply