Ibu Kota Negara Berpindah
Di tengah upaya Pemerintah RI untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya, NICA pun menebar ancaman nyata. Provokasi berbau kekerasan mulai dilancarkan, dan mengancam jiwa para pemimpin republik muda itu. Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah pemimpin lain pun hijrah ke Yogyakarta, pada awal Februari 1946 , dan menggelar pemerintahannya dari kota budaya tersebut.
Perpindahan para pemimpin itu diikuti oleh arus besar hijrah dari segenap aparatur pemerintahan dan berbagai unsur pendukungnya. Biasa disebut kaum republiken yang ribuan jumlahnya. Pusat pemerintahan pun pindah ke Yogyakarta. KNIP menyusul kemudian.
Namun, Yogyakarta rupanya tak bisa cepat menyediakan akomodasi untuk KNIP. Maka, sidang pleno KNIP 1946 digelar di Solo dan Sidang Paripurna 1947 dihelat di Kota Malang.
Pada akhirnya, NICA pun memberikan pukulan secara militer langsung ke jantung Pemerintahan RI. Yogyakarta diserbu dan diduduki oleh militer Belanda pada 19 Desember 1948. Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Mr Syafruddin Prawiranegara, yang berada di Bukit Tinggi, Sumatra Barat, untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Meski kawat resmi belum diterima, dan baru mendengar mandat itu melalui radio, Mr Syafruddin Prawiranegara pun membentuk PDRI. Deklarasinya dilakukan di Perkebunan Teh Halaban, sekitar 15 km dari Payakumbuh, Sumbar, pada 22 Desember 1945. Ia resmi menjabat sebagai Ketua PDRI.
Esok harinya, rombongan pemimpin PDRI itu bergerak ke Koto Tinggi, wilayah yang dianggap cukup aman dari potensi serangan prajurit NICA. Hari-hari berikutnya, Pemerintah PDRI itu berpindah dari satu nagari ke nagari lain, selama lebih dari enam bulan. Gubernur Militer Sumatra Barat SM Rasjid, yang juga anggota Kabinet PDRI, mengeluarkan maklumat mewajibkan semua wedana di wilayahnya mengerahkan kekuatan rakyat untuk melindungi PDRI.
Pertempuran mereda setelah Pemerintah RI dan Kerajaan Belanda sepakat menyelesaikan konflik militer itu di meja perundingan. Mr Syafruddin Prawiranegara kembali ke Yogyakarta, pada 13 Juli 1949, dan menyerahkan kembali mandatnya. Peristiwa politik berikutnya ialah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang ujungnya ialah pengakuan kemerdekaan Indonesia.
Leave a Reply