

Total transaksi LCS selama 2021 mencapai USD2,53 miliar, naik tiga kali lipat dibandingkan 2020, sebesar USD797 juta.
Jakarta, legacynews.id – Penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) sebagai medium transaksi perdagangan kini semakin massif. Tak dipungkiri, menguatnya penggunaan uang lokal tidak terlepas kepentingan nasional negara yang bersangkutan.
Beberapa negara dunia juga beranggapan, mata uang mereka perlu juga mendapatkan nilai sebagai bagian dari bentuk national interest. Wujud dari semua itu juga menyentuh pada kegiatan perdagangan internasional mereka.
Nah, dalam konteks perdagangan internasional tentu membutuhkan mata uang yang disepakati untuk transaksi perdagangan mereka. Pelbagai konflik yang terjadi di sejumlah belahan dunia telah juga menyebabkan volatilitas dari mata uang itu, yakni dollar AS.
Penggunaan dolar AS menyebabkan pertukaran nilai tukar rupiah terhadap dolar berfluktuasi dari waktu ke waktu. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya perjanjian penggunaan LCS, termasuk Indonesia dengan sejumlah negara. Bahkan, isu itu juga mengemuka di Presidensi G20 Indonesia.
Indonesia seringkali terkena dampak dari volatilitas mata uang asing terutama dollar AS. Oleh karena itu, Indonesia juga berkepentingan dan mendorong penggunaan transaksi LCS sejak 2018.
Implementasinya kini sudah menjangkau empat negara, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan Tiongkok. Bagi sejumlah negara yang mengikat LCS dalam perdagangan bilateralnya, langkah itu dinilai sebagai langkah tepat dalam konteks pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19.
Wajar saja, di ajang G20 Presidensi Indonesia, skema LCS juga ditawarkan di forum itu. Sehingga, penggunaan skema itu bisa bertambah luas dan kuat.
Leave a Reply