Jakarta, legacynews.id – Bulan Agustus merupakan bulan yang baik merenungkan ke-Indonesiaan masing-masing individu. Sejauh mana sebagai warganegara mencintai tanah air Indonesia. Perlu perenungan terhadap pola tindak, pola pikir, pola rasa dan pola kata dalam keseharian. Tanpa terasa dunia sedang terkungkung oleh Pandemi Covid-19 hampir berjalan 2 tahun.
Berbagai peristiwa silih berganti, berbagai isu politik bergulir. Isu hoax dan manusia yang terus nyinyir terhadap pemerintah tetap menghiasi media sosial. Hingga Mantan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri kembali menjadi sorotan usai menyampaikan kesedihannya melihat banyak pihak menghina Presiden Joko Widodo, Rabu (18/8/2021).
Masyarakat Indonesia berkali-kali mengalami kejutan-kejutan. Tahun ini Densus 88 secara aktif menangkap terduga teroris di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Barat dll. Pada bulan Maret pada peristiwa rangkaian ibadah menjelang paskah tahun. Merupakan momen istimewa bagi umat Kristiani. Minggu Palma adalah bagian dari ibadah yang jalani dengan khusyuk. Tetapi kesucian ibadah dirusak oleh manusia yang tersesat, bom bunuh diri diledakkan di depan pintu Gereja Katolik Katedral Hati Yesus Yang Maha kudus di Kota Makassar, minggu (28/3/2021).
Ulah teroris mencabik keharmonisan yang telah dijalin dan dirawat selama ini. Akibat segelintir teroris perusak perdamaian dengan sesaat bisa meluluhlantakkan nilai-nilai kemanusiaan. Kekhawatiran dan kecurigaan terhadap agama dan tetangga kembali mencuat. Dibutuhkan kesabaran dan kebesaran hati untuk menata ulang kepercayaan dan saling menghormati satu dengan lainnya.
Merajut keharmonisan keberbagaian di nusantara bukanlah persoalan sederhana, perlu waktu tenaga dan dana agar kedamaian dan persatuan antar umat beragama terekat.
Menafsirkan Agama
Bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, penodongan pistol “air gun” di Mabes Polri dan sejumlah bom bunuh diri di berbagai lokasi merupakan akibat dari pola pemahaman, penghayatan dan nalar yang keliru terhadap teks ajaran agama. Selain itu ada faktor lain yang mendominasi seperti pola asuh yang salah pada masa kecil, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Penghayatan dan tafsir terhadap teks ajaran yang keliru bermetamorfosis sebagai satu-satunya kebenaran hakiki. Sehingga menjadikan manusia lain yang berbeda keyakinan dianggap sesat dan menjadi fatal apabila tindakan bom bunuh dirinya dijadikan pembenaran.
Tafsir atas teks Kitab Suci sebuah agama adalah lazim terjadi, dan merupakan bagian dari pendidikan teologi. Akan tetapi banyak orang sebagai pembelajar agama yang turut melakukan tafsir pribadi, sehingga beragam pula tafsiran terhadap teks tersebut dengan atau tanpa memperhatikan jaman, situasi, kondisi atau latar belakang teks ditulis. Teks Kitab Suci dalam agama tertentu memang satu.
Akan tetapi tafsir atas teks itu tidak tunggal, melainkan banyak dan beragam. Keragaman tafsir tidak terhindar dalam komunitas agama apa pun. Tetapi dalam Hermenutika dan eksegesis teks Kitab Suci tidak berdiri sendiri ada tata cara tafsir dan interpretasinya. Perlu disadari Tafsir tersebut dilakukan oleh manusia bukan malaikat. Walau dalam Kekristenan dipercaya ada kuasa Roh Kudus menyertai teolog.
Memperhatikan multitafsir yang terjadi dalam pemahaman Teks Kitab Suci, diperlukan Teolog-teolog masing-masing agama meluruskan kembali tafsir-tafsir yang salah, keliru dan kurang tepat. Hal ini merupakan upaya mencegah penyesatan dan pelanggaran arti Kitab Suci. Tafsir yang menyesatkan menjadikan manusia radikal, menganggap diri benar dan sikap mempersalahkan manusia lain dan berujung menjadi teroris.
Tentunya disadari setiap pemeluk agama wajib mengimani atau meyakini agamanya, sehingga menjadikan penafsiran agama yang dianut adalah satu-satunya kebenaran mutlak dan menganggap orang lain yang berbeda dengan pemahaman adalah salah.
Leave a Reply