
Saya belum sempat menjawab, kawan-kawan saya yang selesai berbelanja, empat orang, yang sudah menaruh belanjaan di mobil ikut bergabung, dan keluarlah suami dari Ibu ini, lagi Ibu ini bergerak meraih empat toples kue dan membagi ke kawan-kawan lain.
Wah, tentu Ibu rugi jika harus membagi kue Natal sampai 6 toples besar. Sepintas kue-kue ini saya lihat, pasti ia pintar buat kue. Jadi saya sampaikan lagi, bahwa saya siap bayar 6 toples tersebut, “Ibu kan cari untung!”, tapi lagi-lagi Ibu ini berkata: “Saya tergerak untuk selalu memberi, dan terimalah!”.
Kami semua terdiam dengar ucapan Ibu dan suaminya yang sibuk keluar masuk ke warung tersebut. Maka saya berterimakasih serta mengajak Ibu dan Suaminya berdoa.
Terasa ucapan doa saya terus bergetar saat bersuara karena tak menyangka atas peristiwa yang dialami di pasar yang masih sangat tradisional.
Sampai kami naik mobil, Ibu dan Suami (namanya pun agak sulit saya ingat), berdiri berdampingan sambil menatap kami penuh senyum. Sebelum saya naik ke mobil dan menutup pintunya, saya melihat sekali lagi ke suami isteri ini dan berucap, “Inilah kasih yang memberi, inilah persaudaraan! Memberi tanpa syarat dan tidak menuntut untuk dibalas“.
Akhirnya sebagian kue tersebut oleh bu Deetje diambil sebagian dan dibawa pulang ke rumah. Sudah beberapa kali saya menikmati kue Natal yang diberi Ibu yang tak saya kenal, selalu merasakan persaudaraan yang indah. Adakah di kota-kota besar ada Ibu seperti dia?
Salam Injili
Pdt. DR. Ronny Mandang, MTh.
Ketum PGLII – Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili Indonesia
Leave a Reply